BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Upaya manusia untuk mengetahui tentang tuhan, alam semesta,
lingkungan (baik alamiah maupun sosial), dan dirinya (baik fisik maupun
prilakunya) dilakukan melalui kegiatan berfikir, baik secara deduktif maupun
induktif. Sudah menjadi kodrat manusia untuk mengetahui segala-galanya. Oleh
karena itu, manusia selalu bertanya untuk mendapatkan jawabannya. Mengetahui
merupakan kenikmatan atau kebahagiaan. Karena manusia bisa mengetahui (dalam
arti kata yang lebih dalam: memahami, mengerti, menghayati), maka derajat
manusia lebih tinggi daripada binatang, bahkan lebih tinggi dari malaikat.
Manusia,
dengan bersenjatakan pengetahuannya, dapat dipilih, untuk menjalani roda
kehidupan yang diridoi Allah dan tetap pada kemuliannya, atau untuk menyimpang
dari jalan itu dan terbenam ke dalam kenistaan yang lebih rendah dari binatang
sekalipun. Dalam hal ini guidance bagi
manusia adalah moral (yang bersemayam di dalam rasa). Rasio menghasilkan ilmu
dan ilmu menemukan dan mengungkapkan sunatullah,
yang lebih kita kenal dengan istilah “hukum-hukum nomologis”, bersifat
kekal abadi dan “netral” yang menghasilkan etika atau moral, dengan
hukum-hukumnya yang disebut hukum-hukun nomatif yang bersifat “imperatif”.
Sehubungan dengan tidak adanya patokan, manusia sangat mungkin sesat dalam
menhhasilkan hukum-hukum normatif yang imperatif itu. Karena itu Tuhan
menurunkan petunjuk bagi manusia berupa wahyu yang disampaikan para nabi, yang
kemudian dicatat dan dikumpulkan dalam kitab suci.
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas,filsafat ilmu cabangnya bersal dari filsafat,
dengan filsafat yang berasal dari bahasa Yunani Philosophia, Philos artinya suka, cinta atau kecenderungan pada
sesuatu, sedangkan Sophia artinya
kebijaksanaan. Dengan demikian secara sederhana filsafat dapat diartiakan cinta
atau kecenderungan pada kebijaksanaan[i], maka peran
filsafat ilmu dalam pengembangan metode ilmiah sangat penting karena para
mahasiswa dituntut harus dapat membuat karya tulis yang sesuai dengan kaidah-kaidah
cara berfikir ilmiah, baik untuk pemenuhan tugas dari setiap mata kuliah yang
diberikan oleh dosen maupun tugas akhir, berupa skripsi, tesis ataupun
disertasi. Maka pentinglah kita mempelajari filsafat ilmu yang akan dibahas
pada bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Pengertian Filsafat Ilmu
2. Objek Filsafat Ilmu
3. Pendekatan Dalam Filsafat Ilmu
4. Fungsi dan Arah Filsafat Ilmu
5. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Filsafat Ilmu
Cabang
filsafat yang membahas masalah ilmu adalah filsafat ilmu. Tujuannya analisis
mengenai ilmu pengetahuan dan cara-cara bagaimana pengetahuan ilmiah itu
diperoleh. Jadi, filsafat ilmu penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan
ilmiah dan cara untuk memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah
proses penyelidikam ilmiah itu sendiri.
Istilah
lain dari Filsafat ilmu adalah theory of
science (teori ilmu), metascience (ada ilmu), science of science (ilmu tentang ilmu).
The
Lieng Gie mendefinisakan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif
terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Problem-problem
dalam filsafat ilmuantara lain sebagai berikut.
1. Apakah konsep dasar dari ilmu?
Maksudnya,
bagaimna filsafat ilmu mencoba untuk menjelaskan peranggapan-peranggapan dari
setiap ilmu, dengan demikian filsafat ilmu dapat lebih menempatkan keadaan yang
tepat bagi setiap cabang ilmu. Dalam masalah ini filsafat ilmu tidak dapat
lepas begitu saja dari cabang filsafat lainnya yang lebih utama adalah
epistemologi atau filsafat pengetahuan dan metafisika.
2. Apakan hakikat dari ilmu?
Artinya,
langkah-langkah apakah yang dilakukan suatu pengetahuan sehingga mencapai yang
bersifat keilmuan.
3. Apakah batas-batas dari ilmu?
Maksudnya
apakah setiap ilmu mempunyai kebenaran yang bersifat sangat universal ataukah
ada norma-norma fundemental bagi kebenaran ilmu.
Filsafat
ilmu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a. Filsafat ilmu dalam arti luas, yaitu
menampung permasalahan yang menyangkut berbagai hubungan ke luar dari kegiiatan
ilmia, seperti:
1. implikasi ontologik-metafisik dari
citra dunia yang bersifat ilmiah;
2. tata susila yang menjadi pegangan
penyelenggara ilmu;
3. konsekuensi pragmatik-etik
penyelenggara ilmu, dan sebagainya;
b. Filsafat ilmu dalam arti sempit,
yaitu menampung permasalahan yang bersangkutan
dengan
hubungan ke dalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut sifat
pengetahuan ilmiah, dan cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan
ilmiah.
Untuk
mendapatkan gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapatlah kiranya
dirangkum tiga medan tilaah yang mencakup di dalam fisafat ilmu. Ketiganya itu
adalah sebagai berikut.
1. Filsafat ilmu adalah suatu telaah
kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap
lambang-lambang yang digunakan, dan terhadap struktur penalaran tentang sistem
lambang yang digunakan. Telaah kritis ini dapat diarahkan untuk mengkaji ilmu
empiris dan ilmu rasional, juga untuk membahas studi-studi bidang etika dan
estetika, studi kesejarahan, antropologi, geologi, dan sebagainya. Dalam
hubungan ini yang terutama sekali ditelaah adalah ihwal penalaran dan teorinya.
2. Filsafat ilmu
adalah upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka
wacana, dan postulat mengenai ilmu serta upaya untuk membuka tabir dasar-dasar
keempirisan, kerasionalan, dan kepragmatisan. Aspek filsafat ini erat hubungannya
dengan hal ihwal yang logis dan epistemologis. Jadi, peran filsafat ilmu di
sini berganda. Pada sisi pertama, filsafat ilmu
mencakup analisis kritis terhadap anggapan dasar, seperti kuantitas,
kualitas, waktu, ruang, dan hukum. Pada sisi yang lain filsafat ilmu mencakup
studi mengenai keyakinan tertentu, seperti keyakinan mengenai dunia ‘sana’,
keyakinan mengenai keserupaan di dalam alam semesta, dan keyakinan mengenai
penalaran proses alami.
3. Filsafat ilmu adalah studi gabungan
yang terdiri dari atas beberapa studi yang beraneka macam yang ditujukan untuk
menentukan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu.
Tempat
kedudukan filsafat di dalam lingkungan filsafat sebagai keseluruhan.
Being | Knowing | Axiologi |
(ada) Ontologi Metafisika | (tahu) Epistemologi Logika dan Metodologi Filsafat Ilmu | (nilai) Etika Estetika |
Tempat kedudukan filsafat ilmu
ditentukan oleh dua lapangan penyelidikan filsafat ilmu.
1. Sifat pengetahuan ilmiah. Dalam
bidang ini filsafat ilmu berkaitan erat dengan epistemologi yamg mempunyai
fungsi menyelidiki syarat pengetahuan manusia dan bentuk pengetahuan manusia.
2. Menyangkut cara-cara mengusahakan
dan mencapai pengetahuan ilmiah. Dalam bidang ini filsafat ilmu berkaitan erat
dengan logika dan metodologi. Ini berarti cara-cara mengusahakan dan memperoleh
pengetahuan ilmiah berkaitan erat dengan susunan logis dan metodologis serta
tata urutan berbagai langkah dan unsur yang terdapat dalam kegiatan ilmiah pada
umunya.
Baik bidang pertama dan kedua di atas dibahas dalam filsafat
ilmu umum. Adapun dalam filsafat ilmu khusus membicaraakan kategori serta
metode yang digunakan dalam ilmu tetentu atau dalam kelompok ilmu tertentu
seperti kelompok ilmu alam, ilmu masyrakat, ilmu teknik, dan sebagainya.
B.
Objek Filsafat Ilmu
A. Ontologi
Ontologi adalah ilmu pengetahuan
atau ajaran tentang yang berada. Persoalan dalam keberadaan menurut Ali
Mudhofir ada tiga pandangan, yang masing-masing menimbulkan aliran yang
berbeda. Tiga segi pandangan itu adalah sebagai berikut.
1. Keberadaan Dipandang dari Segi Jumlah
(kuantitas).
a. Monisme yaitu aliran yang menyatakan
bahwa hanya satu kenyataan fundemental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa,
materi, Tuhan atau subtansi lainnya yang tidak dapat diketahui. Tokohnya yaitu
Thales yang berpendapat bahwa yang terdalam adalah suatu subtansi, yaitu air.
b. Dualisme (Serba Dua) yaitu aliran
yang menganggap adanya dua subtansi yang masing-masing berdiri sendiri. Tokoh
yang termasuk aliaran ini adalah Plato, yang membedakan dua dunia, yaitu dunia
indra dan dunia ide.
c. Pluralisme (Serba Banyak) yaitu aliran yang
tidak mengakui adanya satu subtansi atau dua subtansi melainkan banyak
subtansi. Para filsuf yang pluralismenya yaitu Empedokles yang menyatakan bahwa
hakikat kenyataan terdiri atas empat unsur, yaitu udara, api, air, dan tanah.
2. Keberadaan Dipandang dari Segi Sifat
(Kualitas)
a. Spiritualisme
yaitu ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh, yakni
roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam dan kepercayaan bahwa roh orang
mati berkomunikasi dengan orang yang masih hidup melalui perantara atau orang
tertentu dan lewat bentuk wujud yang lain. Spiritualisme dalam arti ini
dilawankan dengan materialisme.
b. Materialisme yaitu ajaran atau
pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang nyata keculi materi.
Pikiran dan kesadaran hanyalah penjelmaan dari materi yang dapat dikembalikan
pada unsur-unsur fisik. Materi adalah sesuatu yang kelihatan, dapat diraba,
berbentuk, dan menempati ruang.
3. Keberadaan Dipandang dari Segi
Proses, Kejadian, atau Perubahan
a. Mekanisme yaitu menyatakan bahwa
semua gejala dapat dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik (mesin). Semua
peristiwa adalah hasil dari materi yang bergerak dan dapat dijelaskan menurut
kaidahnya.
b. Teleologi
(Serba-Tujuan) yaitu berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian alam
bukanlah kaidah sebab akibat, akan tetapi sejak semula memang ada sesuatu
kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan.
c. Vitalisme yaitu
memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara
fisika-kimiawi, karena hakikatnya berbeda dengan yang tidak hidup. Filsuf vitalisme seperti dari sebab
kerja dan perkembangan dalam alam. Asas hidup ini memimpin dan mengatur gejala
kehidupan menyesuaikannya dengan tujuan hidup. Oleh karena itu, vitalisme
sering juga disebut finalisme.
B.
Epistomologi
Bidang kedua adalah epistemology atau teori
pengetahuan. Epistemologi berasal dari
bahasa Yunani “episteme” dan “logos”
artinya pengetahuan, ‘logos” artinya teori. Dengan
epistemology secara etimologis
berarti teori pengetahuan. Istialh-istilah lain yang setara
dengan epistemology adalah:
a. Kriteriologi, yakni cabang filsafat
yang membicarakan ukuran benar atau tidaknya pengetahuan.
b. Kritik pengetahuan, yaitu pembahasan
mengenai pengetahuan secara kritis.
c. Gnosiology, yaitu perbincangan mengenai pengetahuan yang bersifat
ilahiah (Gnosis).
d. Logika material, yaitu pembahasan
logis dari segi isinya, sedangkan logika formal lebih menekankan pada segi
bentuknya.
Semua
pengetahuan hanya dikenal dan ada di dalam pikiran manusia. Oleh karena itu
keterkaitan
antara pengetahuan dengan pikiran merupakan sesuatu yang kodrati. Bahm
menyebutkan
delapan hal yang brfungsi membentuk struktur pikiran manusia yaitu:
1. Mengamati (observes); pikiran berperan dalam mengamati objek-objek.
2. Menyelidiki (inquires); ketertarikan pada objek dikondisikan oleh objek-objek
yang tampil.
3. Percaya (believes); manakala suatu objek muncul dalam kesadaran, biasanya
objek-objek itu diterima sebagai objek yang Nampak.
4. Hasrat (desires); kodrat hasrat ini mencakup kondisi-kondisi biologis,
psikologis, dan interaksi dialektik antara tubuh dan jiwa.
5.
Maksud (intends)
kendatipun seseorang memiliki maksud ketika akan mengobservasi, menyelidiki,
mempercayai dan berhasrat, namun sekaligus perasaannya tidak berbeda bahkan
tidak terdorong ketika melakukannya.
6.
Mengatur (organizers);
setiap pikiran adalah suatu organism yang teratur dalam diri seseorang.
7.
Menyesuaikan (adapts);
menyesuaikan pikiran-pikiran sekaligus melakukam perbatasan-perbatasan yang
dibebankan pada pikiran melalui kondisi keberadaan yang tercakup dalam otak dan
tubuh di dalam fisik, biologis, lingkungan sosial, dan kultural dan keuntungan
yang terlihat pada tindakan, hasrat dan kepuasan.
8.
Menikmati (enjoys);
pikiran-pikiran mendatangkan keasyikan.
Pengetahuan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan untuk
memperoleh kebenaran,
jika pengetahuan dari jenis pengetahuan yang
dibangun dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Pengetahuan biasa (ordinary knowledge/ Common sense knowledga).
Pengetahuan seperti ini bersifat subyektif, artinya amat terikat pada subyek
yang mengenal.
b.
Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang menetapkan
objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan debgan menerapkan metodologis
yang khas pula, artinya metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan di antara
para ahli yang sejenis.
c.
Pengetahuan filsafati, yaitu sejenis pengetahuan yang
pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafati.
d.
Pengetahuan agama yaitu, jenis pengetahuan yang didasarkan
pada keyakinan dan ajaran agama tertentu.
Pengetahuan dipandang atas dasar
kriteria karakteristiknya dapat dibedakan sebagai
Berikut:
1. pengetahuan indrawi; yaitu jenis
pengetahuan yang didasarkan atas sense (indra) atau pengalaman manusia
sehari-hari.
2. pengetahuan akal budi; yaitu jenis
pengetahuan yang didasarkan atas kekuatan rasio.
3. pengetahuan intuitif; jenis
pengetahuan yang memuat pemahaman secara tepat.
4. pengetahuan kepercayaan atau
pebgetahuan otoritatif; yaitu jenis pengetahuan yang dibangun atas dasar
kredibilitas seorang tokoh atau sekolompok orang yang dianggap profesional
dalam bidangnya .
C. Aksiologi
Bidang utama ketiga adalah aksiologo
yang membahas tentang masalah nilai. Istilah
axiologi berasal dari kata aksio dan logos. Aksio artinya
nilai atau sesuatu yang berharga,
logos artinya akal, teori aksiologi
artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria,
dan status metafisik dari nilai.
Dalam pemikiran filsafat Yunani, studi mengenai nilai ini
mngedepankan dalam pemikiran Plato
mengenai idea tentang kebaikan, atau yang lebih
dikenal dengan Summum Bonum (Kebaikan tertinggi).Problem utama Aksiologi ujar
Runes
berkaitan dengan empat faktor
penting sebagai berikut:
1. Kodrat nilai berupa problem
mengenai: apakah nilai itu berasal dari keinginan (voluntarisme:Spinoza),
kesenangan (Hedonisme: Epicurus, Bentham, Meinong),kepentingan (Perry),
preferensi (Martineau), keinginan rasio murni (Kant).
2.
Jenis-jenis nialai menyangkut perbedaan pandangan antara
nilai intrinstik, ukuran untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai
instrumental yang menjadi penyebab (baik barang-barang ekonomis atau
peristiwa-peristiwa alamiah) mengenai nilai-nilai intrinstik.
3.
Kreteria nilai artinya ukuran untuk menguji nilai yang
dipengaruhi sekaligus oleh teori psikologi dan logika.
4.
Status metafisik nilai mempersolkan tentang bagaimana
hubungan antar nilai terhadap fakta-fakta yang diselidiki melalui ilmu-ilmu
kealaman (Koehler), kenyataan terhadap keharusan (Lotze) pengalaman manusia
tentang nilai pada realistis kebebasan manusi (Hegel).
Salah satu cabang aksiologi yang
banyak membahas masalah nilai baik atau buruk
adalah
bidang etika. Etika mengandung tiga pengertian:
a. Kata etika bisa dipakai dalam arti
nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b. Etika berarti kumpulan asas atau
nilai moral. Misalnya kode etik.
c. Etika merupakan ilmu tentang yang
baik atau yang buruk.
Etika sebagai ilmu yang menyelidiki
tentang tingkah laku moral dapat dihampiri
berdasarkan
atas tiga macam pendekatan, yaitu:
1. Etika Deskriptif adalah cara melukiskan tingkah laku moral
dalam arti luas seperti: adat kebiasaan anggapan tentang baik dan buruk,
tindakan yang diperbolehkan atau tidak.
2. Etika normatif berdasarkan
pendiriannya atas norma. Ia dapat mempersoalkan norma yang diterima seseorang
atau masyrakat secara lebih kritis. Ia bisa mempersoalkan apakah norma itu
benar atau tidak.
C. Pendekatan Dalam Filsafat Ilmu
Pendekatan dalam disiplin ilmu yang
disebut filsafat ilmu akan lebih mudah di pahami arti pengertian bila diajukan
pandangan Dewey tentang pokok masalah, yaitu tentang permasalahan
filsafat yang berarti hubungan antara filsafat dan ilmu. Pendekatannya antara
lain:
1. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif kerap dikontraskan
dengan pendekatan induktif. Pendekatan Deduktif merupakan prosedur yang
berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau
diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang
bersifat lebih khusus. Dari segi bahasa, deduktif atau deduksi berasal dari
Bahasa Inggris, yaitudeduction yang artinya penarikan kesimpulan-kesimpulan
dari keadaan-keadaan umum atau menemukan yang khusus dari yang umum. Pendekatan
deduktif juga diartikan sebagai cara berpikir dimana pernyataan yang bersifat
umum ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan dalam
pendekatan deduktif biasanya menggunakan pola pikir silogisme yang secara
sederhana digambarkan dalam penyusunan dua buah pernyataan (premis mayor dan
premis minor) dan sebuah kesimpulan.
2. Pendekatan Induktif
Pendekatan Induktif merupakan pendekatan
yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke hal umum.
Hukum yang disimpulkan pada fenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena
sejenis yang belum diteliti. Berpikir induktif adalah bentuk dari apa yang
disebut generalisasi. Induksi (induction) adalah cara mempelajarai sesuatu yang
bertolak dari hal-hal khusus untuk menentukan hukum atau hal yang bersifat
umum. Metode berpikir induktif merupakan cara berpikir yang dilakukan dengan
cara menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang
bersifat individual. Oleh karena itu, penalaran induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang khusus dan terbatas
dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
3. Pendekatan Rasionalisme
Rasionalisme merupakan suatu paham yang
mengutamakan rasio. Paham ini beranggapan bahwa prinsip-prinsip dasar keilmuan
bersumber dari rasio manusia, sehingga pengalaman empiris bergantung pada
prinsip-prinsip rasio. Karena rasio itu ada pada subjek (manusia), maka asal
pengetahuan harus dicari pada subjek. Rasio itu berpikir. Berpikir inilah ynag
membentuk pengetahuan. Karena hanya manusia yang berpikir, maka hanya manusia
yang mempunyai pengetahuan. Dengan pengetahuan inilah manusia berbuat dan
menentukan tindakannya. Berbeda pengetahuan, berbeda pula laku perbuatan dan
tindakannya. Rasionalisme juga bisa diartikan sebagai doktrin filsafat yang
menyatakan bahwa kebenaran haruslah ditentukan melalui pembuktian, logika, dan
analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran
agama.
4. Pendekatan Empirisme
Empirisme merupakan suatu paham yang
mengutamakan pengalaman. Secara harfiah, istilah empirisme berasal dari Bahasa
Yunani, yaitu kata emperia yang berarti pengalaman. Pendekatan empiris melihat
bahwa pengalaman, baik pengalaman lahiriyah maupun pengalaman batiniyah
merupakan sumber utama pengenalan. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat
yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia.
Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam
dirinya ketika dilahirkan.
D. Fungsi dan Arah Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan salah satu
cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat
ilmu
kiaranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan
yakni:
a. Sebagai alat mencari kebenaran dari
segala fenomena yang ada.
b. Memepertahankan, menunjang dan
melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
c. memberikan pengertian tentang cara
hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
d. Memberikan ajaran tentang moral dan
etika yang berguna dalam kehidupan.
e. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman
untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi,
politik, hukum, dan sebagainya.
Berdasrkan penjelasan di atas, maka
dengan belajar dan memahami filsafat ilmu akan mengajak kita berfikir kritis,
realistis berdasarkan logika yang dapat diterima oleh nalar dan jiwa
spiritualisme manusia tersebut, sehingga manusia tidak lagi terjerat dalam
kehidupan yang tidak akan membuat manusia tersebut berkembang. Dalam filsafat
ilmu juga mengajak kita berfikir bijaksana terhadap berbagai macam tantangan
hidup yang dijalani tanpa harus mengatakan bahwa hidup bukan segala-galanya
takdir yang kuasa, melainkan harus bisa menempatkan posisi dengan menjawab
takdir-takdir tersebut secara rasional.
Filsafat ilmu dapat memberikan landasan
filosofis dalam memahami berbagai konsep dan teori sesuatu disolin ilmu dan
membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula,
bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupa
mendeskripsikan relasi normatif anatara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya
menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.
E. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Ruang lingkup atau cakupan yang
dibahas di dalam filsafat ilmu, meliputi antara lain: (1) komparasi kritis
sejarah perkembangan ilmu, (2) sifat
dasar ilmu pengetahuan, (3) metode ilmiah, (4) peranggapan-peranggapan ilmiah,
(5) sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Di anatara faktor-faktor
itu, yang paling banyak dibicarakan terutama adalah sejarah perkembangan ilmu,
metode ilmiah, dan sikap etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
1. Sejarah
perkembangan ilmu memaparkan berbagai wacana yang berkembang di seputar
temuan-temuan ilmiah sesuai dengan periodesasi-periodesasi. Setiap periode
menampakan kekhasannya masing-masing, sehingga perbandingan secara kritis
anatara satu periode dengan perode yang lain akan memperlihatkan kekayaan
paradigma ilmiah sepanjang sejarah perkembangan ilmu.
2. Metode
ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja,
tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau
memperkembangkan pengetahuan yang ada. Metode ilmiah pada umumnya diartikan
sebagai prosedur yang dipergunakan oleh para ilmuwan dalam pencarian sistematis
terhadap pengetahuan baru dan peninjauan kembali pengetahuan yang telah ada.
3. Sikap
etis dalam pengembangan ilmu pengetahuan merupakan salah satu isu penting dalam
filsafat ilmu, terutama untuk menjawab persoalan apakah ilmu itu bebas nilai
atau tidak. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan ada dua kubu yang saling
berhadapan, di satu pihak beranggapan bahwa ilmu itu harus bebas nilai
(misalnya: positivisme), di piahak lain ada yang beranggapan bahwa ilmu itu
tidak mumngkin bebas nilai, karena selalu terkait dengan kepentingan sosil.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Filsafat ilmu adalah ilmu yang mempelajari tentang alam dan
bagaimana kehidupan ini berjalan, mengkaji suatu masalah dengan benar dengan
menggunakan logika. Dengan pengertian dari filsafat ilmu yang ada dan telah dijelaskan
pada bab-bab di atas sehingga dapat kita memahami arti dari sebuah kehidupan
dan juga dengan adanya filsafat ilmu ini, dapat membuat manusia berkembang
sangat cepat dengan pengetahuan yang mereka miliki.
B.
Saran
Dengan
dibuatnya makalah ini yang berjudul “Filsafat Ilmu” agar kiranya memberi
manfaat bagi pembaca, demikian makalah ini,
kami ucapakan terima kasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Endang Komara.
2011. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika
Aditama.
Surajiwo. 2009. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Cetakan
Keempat. Jakarta: PT Bumi Aksara
Rizal Mustansyir, Misnal Munir. 2010. Filsafat
Ilmu. Cetakan X. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
http://hamdimalae.blogspot.co.id/2014/04/makalah-filsafat-ilmu.html
0 Response to "Contoh Makalah Tentang Filsafat Ilmu"
Post a Comment