Kabar Angin : Hal ini
mengingatkan kita akan berita yang pernah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam dalam sabdanya, Dari shahabat Al-Miqdam bin Ma’dikarib
dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bahwa beliau bersabda
: “Ketahuilah sesungguhnya diberikan
kepadaku Al-Kitab (Al-Qur`an) dan yang semisalnya (yakni As-Sunnah/Al-Hadits)
bersamanya. Ketahuilah hampir tiba masanya seorang pria yang kenyang di
atas singgasananya. Dia berkata : ‘Wajib atas kalian berpegang dengan Al-Qur`an
ini (saja). Apa yang kalian dapat di dalamnya sesuatu yang halal, maka
halalkanlah, dan apa yang kalian dapat di dalamnya sesuatu yang haram maka
haramkanlah.[1]
(Kemudian Rasulullah e bersabda) : “Padahal sesungguhnya apa yang diharamkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam sama kedudukan dengan apa yang
diharamkan oleh Allah”. [HR.
At-Tirmidzi 2664, Ibnu Majah 12].
Al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata : “Yakni apa yang dihalalkan dan diharamkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam sama kedudukannya dengan
apa yang diharamkan dan dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Dari
shahabat Al-‘Irbadh bin Sariyah As-Sulami berkata: maka Rasulullah bersabda :“Salah
seorang di antara kalian dalam keadaan bersandar pada singgasananya, dia
menyangka bahwa Allah tidak mengharamkan sesuatu pun kecuali hanya yang
terdapat dalam Al-Qur`an saja. Ketauhilah, sungguh demi Allah, saya telah
memberikan nasehat, saya telah menyampaikan perintah dan larangan tentang berbagai
permasalahan, sesungguhnya (yang saya sampaikan itu) benar-benar sebanding
dengan Al-Qur`an atau lebih banyak. [HR.
Abu Dawud 30350].
Para ‘ulama
ahlus sunnah wal jama’ah sepakat bahwa As-Sunnah adalah juga sumber syari’at
Islam di samping Al-Qur’an, tentunya dengan syarat As-Sunnah yang shahih atau
hasan. Tidak ada satu hadits shahih pun yang maknanya bertentangan dengan ayat
Al-Qur’an. As-Sunnah merupakan sumber hukum yang independen. Sebagaimana
Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah, maka As-Sunnah juga merupakan wahyu dari
Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,“Dan (juga karena) Allah
telah menurunkan Al-Kitab dan Al-Hikmah kepadamu.”
Banyak para
‘ulama yang menjelaskan bahwa makna “Al-Hikmah” adalah: As-Sunnah. Allah Subhanahu
wa Ta’ala menamakan sabda-sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam sebagai
wahyu dalam firman-Nya,
وَمَا
يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ, إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ{ النجم: ٣ –٤
“Tiadalah
yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu
tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm : 3-4)
Dari
‘Abdullah bin ‘Amr berkata : Dulu aku menulis semua yang aku dengar dari
Rasulullah e untuk aku menghafalnya. Namun Quraisy melarangku dengan mengatakan
: ‘Kau tulis semua yang engkau dengar, padahal Rasulullah e itu manusia biasa,
yang berbicara dalam kondisi marah maupun ridha?’ Maka akupun berhenti menulis.
Kemudian aku sampaikan hal itu kepada Rasulullah e, maka beliau mengisyaratkan
jarinya ke bibir beliau seraya berkata : “Teruslah engkau menulis! Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya
tidaklah keluar darinya (yakni dari bibir beliau yang mulia) kecuali haq.” (HR. Abû Dâwud 3646, Ahmad II/162).
Shahabat Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Tidaklah aku bersabda kecuali kebenaran.” Maka di antara
shahabat ada yang berkata, “Engkau bergurau terhadap kami wahai Rasulullah.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam menegaskan lagi, “Tidaklah aku bersabda kecuali kebenaran.” (HR. At-Tirmidzi 1990, Ahmad II/340)
Al-Imâm
Hassân bin ‘Athiyyah v berkata :
كَانَ
جِبْرِيلُ يَنْزِلُ عَلَى النَّبِيِّ e بِالسُّنَّةِ كَمَا يَنْزِلُ
عَلَيْهِ بِالْقُرْآنِ
“Jibril
turun kepada Nabi e dengan membawa As-Sunnah, sebagaimana ia (Jibril)
turun kepada beliau dengan membawa Al-Qur`an.” [HR. Ad-Dârimi 587.
Hal ini
sebagaimana janji Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjamin terjaganya
Al-Qur’an ini, bahwa Allah sendirlah yang menjaga Al-Qur’an. Hal ini
sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan
Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr : 9).
Tentunya,
penjagaan Allah terhadap Al-Qur’an tidak hanya terhadap lafazh-lafazh teks
ayat-ayatnya saja, namun yang juga tak kalah pentingnya adalah penjagaan
terhadap makna-makna ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. Sementara Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam diberi tugas oleh Allah ‘Azza wa Jalla unt
menjelaskan Al-Qur’an ini kepada umat manusia, sebagaimana Allah jelaskan dalam
firman-Nya,
وَأَنزَلْنَا
إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ{ النحل: ٤٤
“Dan Kami
turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu (Muhammad) menerangkan pada umat manusia
wahyu yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (Al-Nahl :44).
Jadi
hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam juga sebagai
penjelas daripada Al-Qur’an. Berarti hadits-hadits Rasulullah shallallahu
‘alahi wa sallam juga Allah jaga kemurnian dan keotentikannya.
Al-Qur’an Memerintahkan untuk Mentaati dan Mengamalkan As-Sunnah
sebagaimana Mentaati dan Mengamalkan Al-Qur’an. Yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, ta’atilah
Allah dan ta’atilah Rasulullah, dan ulil amri di antara kalian. Jika kalian
berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya), jika memang kalian benar-benar beriman
kepada Allah dan Hari Akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan
lebih baik akibatnya.[An-Nisa:59]Pada ayat
diatas Allah memerintahkan mentaati [2]Allah.
kemudian memerintahkan untuk mentaati Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam dengan perintah tersendiri.
Kemudian
Allah memerintahkan ketika terjadi perselisihan untuk mengembalikan
keputusannya kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Menunjukkan bahwa Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan sumber hukum syari’at yang
sama-sama wajib diimani dan ditaati, serta sama-sama wajib untuk diamalkan.
Tanpa membedakan antara keduanya.
Al-Imâm Ibnu Katsîr berkata : “Ayat ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak mau berhukum kepada
Al-Kitab dan As-Sunnah ketika terjadi perselisihan dan tidak mau merujuk kepada
kedua, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir.”Bahkan
Allah menjadikan ketaatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam merupakan
bagian dari ketaatan kepada-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya,
مَّن يُطِعِ
الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ ۖ وَمَن تَوَلَّىٰ فَمَا أَرْسَلْنَاكَ
عَلَيْهِمْ حَفِيظًا{ النساء: ٨٠
“Barangsiapa
yang mentaati Rasul, berarti ia telah benar-benar mentaati Allah. Barangsiapa
yang berpaling (dari ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi
pemelihara bagi mereka.” [An-Nisâ` : 80].
” Dalam ayat lainnya Allah memerintahkan,
وَأَقِيمُوا
الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ{
النور:
“Dan dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi
rahmat.” (An-Nur : 56). Pada ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan
dengan perintah tersendiri untuk mentaati Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam, dan Allah menegaskan bahwa ketaatan kepada Rasul-Nya tersebut
merupakan sebab mendapatkan rahmat. Sementara pada ayat lainnya Allah
menyatakan bahwa mentaati Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam sebagai
sebab datangnya hidayah, yang artinya:
“Katakanlah
Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kalian berpaling maka
Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan
kewajiban kalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepada kalian. Dan jika kalian mau taat kepadanya, niscaya
kalian mendapat hidayah. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan
menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”. (An-Nur :54).
. Dan masih
sangat banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang semakna. Ayat-ayat tersebut
menunjukkan bahwa As-Sunnah merupakan sumber hukum tersendiri dalam syari’at
ini yang juga wajib ditaati dan diamalkan sebagaimana Al-Qur’an. Sekaligus
menunjukkan bahwa mentaati dan mengamalkan As-Sunnah sebagai sebab datangnya
hidayah dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka meninggalkan As-Sunnah
merupakan sebab kesesatan dan terhalanginya rahmat Allah ‘Azza wa Jalla!.
Maka
barangsiapa mengatakan, bahwa dia hanya mengamalkan Al-Qur’an saja tidak mau
kepada As-Sunnah, maka sungguh dia telah mendustakan dan mengingkari Al-Qur’an
itu sendiri. Sesungguhnya Al-Qur’an memerintahkan untuk mengikuti dan mentaati
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Bahkan Allah ‘Azza wa Jalla mengancam
barangsiapa meninggalkan As-Sunnah. Allah berfirman :
قُلْ
أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ ۖ فَإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
الْكَافِرِينَ{ عمران: ٣٢
Katakanlah:
“Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; (namun) jika kalian berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir”. [Ali ‘Imrân : 32].
Al-Hâfizh Ibnu Katsir menjelaskan :“Kemudian Allah
berfirman memerintahkan kepada setiap manusia, baik umum maupun khusus, (Katakanlah:
“Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; (namun) jika kalian berpaling) yakni jika
kalian menyelisihi perintah beliau (maka sesungguhnya Allah tidak mencintai
orang-orang kafir”). menunjukkan
bahwa menyelisihi Rasulullah dalam thariqah (metode pemahaman dan
aplikasi agama) adalah kekufuran. Allah tidak mencintai orang yang
bersifat demikian – meskipun ia mengaku bahwa ia mencintai Allah dan senantiasa
bertaqarrub kepada-Nya – sampai ia mau benar-benar mengikuti Rasulullah
r seorang nabi yang ummi dan penutup para rasul, sekaligus beliau ada
utusan Allah kepada segenap ats-tsaqalain yaitu bangsa jin dan bangsa
manusia.
Kalau seandainya para nabi, bahkan para rasul,
bahkan para ulul ‘azmi, hidup pada masa beliau, maka tidak ada
kesempatan bagi mereka kecuali mengikuti beliau (Nabi Muhammad) dan mengikuti
syari’at beliau.”Ketika mengamalkan As-Sunnah tidak perlu melihat dulu apakah
hukum tersebut ada dalam Al-Qur’an ataukah tidak. Karena selama As-Sunnah itu
shahih, pasti selaras dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.
Suatu hari,
tatkala shahabat yang mulia ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu menyampaikan
hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, tiba-tiba ada
seorang pria memprotes, “Berilah kami ayat-ayat Al-Qur`an saja!” maka ‘Imran
pun marah mendengarnya seraya mengatakan, “Sungguh kamu ini orang yang
dungu/pandir! Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an perintah zakat, namun di
manakah ketentuan pada tiap dua ratus ada jatah lima dirham (yakni ketentuan
2,5%)? Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an perintah Shalat, namun di manakah
ketentuan Shalat Zhuhur atau ‘Ashr 4 [3]rakaat?
Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an perintah Thawaf, namun di manakah ketentuan
thawaf di Ka’bah 7 kali dan Sa’i antara Shafa dan Marwa juga 7 kali?! Hanyalah
itu merupakan hukum yang ditetapkan oleh Al-Qur’an, dan ditafsirkan
(diterangkan) oleh As-Sunnah.” (lihat Ahadits fi Dzammil Kalam wa Ahlihi II/81).
Ada dua
orang pria dari kalangan Khawarij datang kepada khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz
rahimahullah, dua orang ini termasuk yang mengingkari disyari’atkan
hukum rajam bagi pelaku zina, dan keharaman menikahi wanita bersama bibinya
sekaligus, dengan alasan bahwa hukum tersebut tidak ada dalam Al-Qur’an. Maka
‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz bertanya kepada mereka berdua, “Berapa kali Allah
mewajibkan shalat kepada kalian?” Mereka berdua menjawab, “Shalat lima waktu
dalam sehari semalam
Al-Imam
Al-Khaththabi rahimahullah berkata, “Ini adalah hadits yang dipalsukan
oleh orang-orang zindiq. Di samping hadits tersebut juga tertolak dengan hadits
shahih, “Sesungguhnya
aku diberi wahyu Al-Qur’an dan yang semisalnya bersamanya (yakni As-Sunnah).”
Demikian pula contoh lainnya, hadits : “Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban
adalah bulanku (Nabi Muhammad), sedangkan Ramadhan adalah bulannya umatku.” Al-Hafizh
Al-‘Iraqi menegaskan, “Ini adalah hadits yang sangat lemah.” Al-Hafizh Ibnu
Rajab mengatakan, “Adapun puasa Rajab maka tidak ada riwayat yang shahih
tentang keutamaan puasa Rajab secara khusus dari Nabi shallallahu ‘alahi wa
sallam tidak pula dari para shahabat.”
Ini adalah
contoh, dua riwayat yang dianggap sebagai As-Sunnah (hadits) namun ternyata
tidak shahih periwayatannya dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam,
maka yang demikian tidak boleh diimani dan tidak boleh pula diamalkan.
Adapun yang wajib diimani, diterima, dan diamalkan adalah hadits-hadits
(As-Sunnah) yang shahih periwayatannya dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi
wa sallam. Demikian Pembahasan tentang AS-SUNNAH, semoga kita dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Amin.Wallahu a’lam bish shawab.
0 Response to "Dasar -Dasar Hukum As-Sunnah, Banyak Orang Tidak Mengetahuinya "
Post a Comment